Ads Top

 Foto potongan amber yang berisikan Xiaophis myanmarensis dan rekonstruksi 3D kerangkanya. Kredit gambar: Ming Bai, Akademi Ilmu Pengetahuan Cina.

Pada 99 juta tahun yang lalu di Asia Tenggara, seekor bayi ular yang baru menetas dan merangkak keluar dari telurnya tidak pernah memiliki kesempatan untuk tumbuh besar. Ia justru terperangkap dalam resin pohon yang mengeras atau yang biasa disebut dengan batu amber sehingga mati dan menjadi fosil.

Seperti dilansir Strait Times, Kamis (19/7/2018), sekelompok ilmuwan dari Tiongkok, Kanada, Amerika Serikat, dan Australia menemukan amber yang berisikan fosil ular kecil itu di Lembah Hukawng, provinsi Kachin, Myanmar utara. Ahli paleontologi mengungkapkan penemuan ini dalam jurnal Science Advances.

Fosil yang ditemukan itu sangat kecil, tanpa kepala, dan hanya memiliki sekitar 97 tulang. Meski begitu para peneliti mampu mengidentifikasinya sebagai spesies baru yang berasal dari Periode Cretaceous atau Periode Kapur, hidup sebelum Tyrannosaurus rex menjelajahi Bumi.

Ular itu diberi nama Xiaophis myanmarensis sebagai penghargaan untuk si penemunya yang bernama Jia Xiao, seorang kolektor amber. Jia Xiao membeli amber tersebut pada awal 2016. Saat melihat fitur hewan di dalamnya, ia mengira, itu adalah kelabang.

Namun, setelah mengamatinya di bawah kaca pembesar, ia berubah pikiran. Hewan itu, menurut Xiao, lebih mirip kadal yang bagian tubuhnya tak lengkap.

"Kami menemukan kerangka yang tersisa di amber adalah memiliki panjang 4,75 sentimeter. Namun kami menyimpulkan bahwa beberapa tulang hilang. Jadi total panjang ular mungkin sekitar 9,5 sentimeter," kata pemimpin studi sekaligus profesor Lida Xing dari China University of Geosciences.

Para ilmuwan menyimpulkan bahwa ular itu adalah spesies yang sebelumnya tidak diketahui. Para ilmuwan kemudian menghabiskan hampir satu tahun merekonstruksi struktur tiga dimensi tulang-belulang menggunakan teknologi pemindaian micro CT.

Xing menyimpulkan ular kecil itu terkait dengan beberapa kelompok ular modern yang ditemukan di Asia Tenggara, termasuk ular pipa Asia dan ular sunbeam nonvenomous. Demikian dinukil National Geographic (18/7).

“Tidak seorang pun pernah melihat seekor ular bayi yang membatu dalam bentuk apa pun. Dan memiliki usia hampir seratus juta tahun ini sungguh luar biasa,” kata salah seorang penulis hasil penelitian, Michael Caldwell, ahli reptil fosil di University of Alberta di Edmonton, Kanada.

"Ini adalah komponen evolusi ular yang sangat penting--dan sampai sekarang, hilang." pungkasnya. Menurut ilmuwan, itu adalah temuan langka.

"Fosil Asia ini membantu menjelaskan bagaimana ular primitif tersebar dari selatan ke benua utara," kata Dr. Alessandro Palci, dari Flinders University dan South Australian Museum, Australia seperti dikutip Sci-News (19/7).

“Xiaophis myanmarensis adalah bagian dari fauna yang menunggangi daratan yang terapung ini, yang seperti kapal penumpang raksasa mengangkut semua jenis tanaman dan hewan Gondwana ke Asia,” kata Profesor Michael Lee, juga dari Flinders University dan Museum Australia Selatan.

"Bahkan, meskipun ular ini ditemukan di belahan bumi utara, itu menyerupai ular Gondwana," ujarnya.

Selain berisi fosil ular kecil, ternyata potongan amber yang ditemukan juga menyimpan potongan kulit yang diyakini oleh peneliti berasal dari ular yang lebih besar.

Namun mereka tidak bisa memastikan apakah ular tersebut berasal dari spesies yang sama atau berbeda.

"Dibandingkan dengan fosil vertebrata lain, fosil ular tersebut sangat langka karena tulang dari kebanyakan ular tidak terlalu keras. Tidak mudah bagi mereka untuk menjadi fosil," kata Xing.

Sementara fragmen kuning pada amber di mana Xiaophis myanmarensis ditemukan juga memberikan petunjuk penting tentang habitat awal ular kuno tersebut. Jelas bahwa ular kecil ini hidup di lingkungan hutan dengan banyak serangga dan tanaman, karena ini diawetkan dalam klaster.

"Batu amber mengumpulkan segala sesuatu di dekatnya dan mengurung semuanya seperti lem super dalam waktu lama, bahkan bisa mencapai ratusan juta tahun," kata Caldwell.

Jadi, selain mengurung ular pada resin pohon yang kemudian mengeras juga mengawetkan bahan organik mati berupa serangga, tanaman, dan kotoran serangga sehingga menjelaskan bahwa ular itu tinggal di dalam hutan.

"Kita tidak hanya memiliki bayi ular pertama, tapi kita juga memiliki bukti definitif pertama ular yang hidup di hutan," tambah Caldwell.

Myanmar sendiri merupakan tempat yang bagus untuk menemukan makhluk purba yang terjebak dalam amber. Sekitar 150 juta tahun yang lalu (akhir zaman Jurassic), Myanmar bergabung dengan Australia, Antartika, Afrika, dan Amerika Selatan, membentuk super benua Gondwana.

Melalui pergeseran benua, Myanmar akhirnya terpisah dari Gondwana dan melayang ke utara, hingga bertabrakan dengan Asia.

Pada Juni lalu, peneliti lain juga menemukan katak kecil yang merupakan fosil katak tertua di hutan hujan tropis. Belum lagi penemuan burung, kutu penghisap darah kuno, dan bahkan ekor dinosaurus berbulu yang juga ditemukan di Myanmar.

No comments:

Powered by Blogger.