Temuan Wadah Perunggu dengan Penutup Emas di Malang: Sisa Mataram Kuno
Kamis, 2 Maret 2022 adalah hari kedua untuk kegiatan ekskavasi tahap ketiga oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur. Mereka bekerja bersama Dinas Pariwisata Kabupaten Malang di Situs Srigading, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kelompok arkeolog yang dipimpin oleh Wicaksono Dwi Nugroho ini sebelumnya meyakini bahwa material bangunan di sana menunjukkan adanya candi.
Pukul empat sore, mereka sedang menggali sisi barat sumuran yang terletak di bagian tengah candi. Sumuran adalah pondasi candi yang masuk jauh ke dalam tanah. Mereka mendapati artefak dengan bagian bagan terbuat dari perunggu dan penutup atas dari emas di kedalaman enam meter.
"Ketika ditemukan dia dalam posisi miring tertindih oleh [batuan] bata-bata," ujar Wicaksono kepada National Geographic Indonesia, Sabtu (05/03/2022). "Emas dan perunggu ini berasosiasi (berhubungan). Pada bagian depannya dari wadah ini ada emas itu dan kita menduga ini merupakan satu gabungan."
Wicaksono dan tim berpendapat, benda ini, sekaligus candi yang menjadi tempatnya berada, berasal dari abad ke-10. Penanggalan ini dapat ditentukan berdasarkan konteks tempat temuan yang tidak jauh dari temuan Prasasti Linggasuntan yang punya catatan kalender 851 saka atau 929 Masehi.
Selain itu bentuk candi yang masih dalam tahap ekskavasi ini memiliki bentuk yang berbeda dengan di Trowulan. Candi ini terbuat dari batuan berukuran besar, yang menandakan masanya berbeda dari Majapahit yang cenderung menggunakan batuan berukuran kecil. Dengan kata lain, Wicaksono berpendapat, area tempat ini adalah peninggalan Kerajaan Mataram kuno (Kerajaan Medang) di masa Mpu Sindok.
"Temuan emas kita temukan di sumuran—bagian tengah dari candi—pada hari kedua karena mau memperdalam [galian]," terang Wicaksono.
"Kita menemukan suatu wadah yang bagian badannya terbuat dari perunggu dan bagian penutup atasnya dihiasi oleh emas. Ini kita duga bagian dari persembahan yang kemudian ditanam. Biasanya di bagian sumuran ada beberapa benda yang sengaja ditanam dengan tujuan 'menghidupkan candi' itu sendiri."
"Dan kita masih terus memperdalam bagian tengah berharap untuk kita menemukan yang biasanya di bagian itu ada peripih—berupa wadah yang biasanya diisi oleh biji-bijian dan tujuh unsur—yang merupakan bagian terpenting karena ada lempeng emas yang bertuliskan mantra-mantra."
Candi di Srigading
Ekskavasi pertama dan kedua telah dilakukan oleh tim. Hasilnya, membuktikan bahwa tanah yang dulunya gundukan setinggi tiga meter di Desa Srigading ini adalah candi. Awalnya mereka mendapati adanya Yoni yang terbuat dari andesit dengan ukuran 90 x 90 sentimeter dan tingginya 93 sentimeter.
Dua kali ekskavasi sebelumnya telah membuka beberapa lubang di sekitarnya yang mengungkap adanya tangga candi di sisi timur (menghadap Gunung Semeru). Tangga ini ditemukan pada ekskavasi kedua yang berjalan pada 21 hingga 26 Februari 2022.
Sedangkan ekskavasi ketiga yang berlangsung dari Rabu (02/03/2022) hingga Selasa (08/03/2022) bertujuan untuk membuka bagian tengah dan bilik utama candi, termasuk sumuran. Selain itu ekskavasi ini hendak melanjutkan kedua ekskavasi sebelumnya untuk menampakan halaman asli (mainfield) candi ini yang masih terkubur 40 hingga 50 sentimeter.
"Menariknya, kita menemukan tiga buah arca Agastya, Mahakala, Nandiswara," terang Wicaksono mengenai ekskavasi sebelumnya. Mereka pun berhasil menemukan Lingga yang merupakan bagian yang seharusnya berpasangan dengan Yoni yang ditemukan sebelumnya.
"Nah, kita juga menemukan dalam runtuhan itu beberapa fragmen relief yang ada tiga buah, menggambarkan bentuk kepala manusia."
Relief di candi ini juga membuktikan bahwa periode yang membuatnya adalah pada masa Kerajaan Mataram kuno karena ukirannya yang tebal tidak seperti yang dimiliki Majapahit. Hal ini membuat penggambaran candi bisa dirujuk pada candi-candi pada masanya seperti di kompleks Candi Prambanan.
Namun, candi ini telah runtuh dengan sangat masif di bagian atasnya. Wicaksono dan tim menemukan di dinding sumuran itu mengalami keretakan dan beberapa relief terlepas dari badan candi.
"Ini sebenarnya dari data teknis terjadi keretakan akibat pergeseran tanah sehingga pondasi bergerak yang menyebabkan keretakan," terang Wicaksono. "Pondasi ini bergerak tidak lain sepertinya gempa yang kemudian setelah gempa yang terjadi beberapa kali sehingga pondasi jadi bergerak dan tidak stabil, sehingga memengaruhi tubuh dan atap menjadi pecah dan runtuh di semua sisi."
Saat ini Wicaksono dan rekan-rekan masih menggali untuk menampakkan keseluruhan profil candi. Akan tetapi untuk pelestarian ini, karena berada di lahan milik warga, sedang diupayakan untuk pembasan lahan secara bertahap setelah berkoordinasi dengan mereka.
Dari segi perlindungan juga BPCB berkoordinasi dengan pihak dan warga untuk kemanan pascaeksavasi agar tidak ada penggalian liar. Situs ini masih dalam proses untuk mendapatkan perlindugnan secara hukum lewat UU No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
No comments: