Ads Top




Kepunahan massal telah membinasakan dinosaurus, namun tidak dengan buaya. Memiliki garis keturunan hewan tertua yang masih hidup di Bumi, keberadaan buaya setidaknya telah ada hampir 100 juta tahun. 

Buaya menjadi satwa tertua yang selamat dari dua peristiwa kepunahan massal yang pernah terjadi di planet ini.  Pertama, peristiwa yang terjadi 66 juta tahun lalu, saat di mana asteroid menghantam planet yang memusnahkan dinosaurus. Kedua, peristiwa kepunahan massal lain yang lebih kecil, terjadi sekitar 33 juta tahun lalu yang menghancurkan kehidupan di lautan. Lalu, 

bagaimana buaya dapat melewati peristiwa ekstrim itu dan tetap eksis hingga sekarang?

Hingga kini, alasan di balik itu kurang dipahami. Dalam studi sebelumnya sempat menunjukkan beberapa faktor yang membuat buaya dapat bertahan hidup.

Di antaranya kemampuan buaya menahan lapar selama berbulan-bulan atau bertahan di musim dingin yang ekstrim. 

Namun masih banyak hal lainnya yang belum diketahui soal kemampuan bertahan hidupnya. Kini berdasarkan studi baru, kemampuan buaya untuk bertahan menghadapi berbagai kondisi itu terungkap, yakni pengasuhan serta reproduksi yang unik.

 Keunggulan tersebut dapat membantu buaya beradaptasi dengan perubahan iklim.

Peneliti dari University of Bath, Inggris melakukan penyelidikan untuk mengetahui hal tersebut dengan mengamati hubungan biologi buaya. 

Seperti ukuran tubuh, ukuran telur, ukuran tetasan, dan lain-lain dengan lingkungan hidup buaya, di antaranya dari garis lintang tempat mereka hidup, suhu inkubasi, dan lain-lain. 

Studi dilakukan dengan menyelidiki beberapa area biologi buaya dengan menganalisis 20 spesies berbeda di seluruh dunia. "Hal tersebut akan membantu kita mengetahui mengenai evolusi buaya dan bagaimana mereka menanggapi perubahan iklim," kata Rebecca Lakin, peneliti dari University of Bath, seperti dilansir dari Newsweek, Kamis (13/3/2020). 

Buaya memiliki kemampuan adaptif unik Penelitian yang diterbitkan dalam Biological Journal of the Linnean Society ini juga berhasil mengungkapkan pandangan baru mengenai evolusi dan kemampuan adaptif mereka. 

Peneliti menemukan spesies buaya yang lebih kecil cenderung berada di garis lintang yang dekat dengan garis katulistiwa. 

Sementara spesies yang lebih besar umumnya tinggal di daerah iklim sedang di garis lintang yang lebih tinggi. Tak hanya itu saja, analisis juga mengungkapkan jika telur buaya tidak terpengaruh dengan perubahan suhu pada saat inkubasi. 

Ini berbeda dengan yang terjadi dengan kura-kura yang merupakan kerabat buaya.

"Kura-kura lebih rentan terhadap perubahan iklim, jika suhu rata-rata di habitat berubah, telur bisa mati karena inkubasi yang buruk. 

Sementara buaya memiliki semacam penyanggap terhadap efek ini. Perubahan kecil suhu tidak akan mempengaruhi seperti layaknya kura-kura," tambah Lakin. Studi ini juga menunjukkan keunggulan buaya dalam menjaga anak-anak mereka. 

Buaya memilih tempat bersarang dengan sangat hati-hati dan mengubur sarang mereka di vegetasi yang sudah membusuk. 

Buaya juga menjaga telur, membantu bayi menetas, bahkan memberi makan bayi. Ini mungkin juga jadi alasan mengapa buaya mampu bertahan begitu lama. 

"Induk buaya akan mengubah sarangnya dari tahun ke tahun, memilih tempat sempurna untuk menjaga telur tetap hangat, serta memperhitungkan banyak faktor lainnya," papar Lakin.

Sedangkan kura-kura dan reptil lain mungkin tidak akan berhati-hati dalam memilih sarang mereka. Bahkan kura-kura akan membiarkan anak-anaknya menetas sendirian dan berjuang sendiri. 

Meski begitu buaya masih rentan terhadap ancaman yang disebabkan oleh manusia, seperti polusi, kerusakan sungai, dan juga perburuan untuk daging atau kulit. 

Perubahan iklim dapat mendorong buaya ini untuk pindah ke daerah lain yang dekat dengan wilayah padat penduduk, menempatkan mereka pada ancaman yang lebih besar. "Mereka menujukkan ketahanan yang luar biasa terhadap perubahan iklim dan hilangnya habitat yang dahsyat. 

Namun buaya masih berhadapan dengan ancaman lain, melebihi kepunahan massal yang menyapu kehidupan dinosaurus," ungkap Lakin.


No comments:

Powered by Blogger.