Seperti Emas, Dahulu Kotoran Dinosaurus Diburu oleh Para Penambang
Pada abad ke-19 kotoran dinosaurus sempat digandrungi oleh para penambang di Inggris. Seperti emas, kotoran dinosaurus dihargai tinggi. Oleh karenanya feses dinosaurus ini diburu oleh para penambang.
Sebagai contoh, pada 1858 Robert Walton membuat kesepakatan untuk menyewa sebidang tanah di Coldham's Common di Cambridge dengan biaya 200 pound sterling per ekar setahun. Angka itu setara dengan sekitar Rp3,9 juta per ekar. Itu adalah jumlah uang yang mencengangkan pada saat itu.
Alasan Walton dengan senang hati membayar biaya yang luar biasa ini adalah karena dia telah menemukan sesuatu yang berharga di bawah permukaan tanah tersebut. Dia menemukan komoditas yang sangat berharga sehingga dia siap untuk menggali tambang terbuka yang besar dan mempekerjakan tim untuk mendapatkannya. Komoditas itu adalah fosil feses dinosaurus.
Walton adalah pelopor dalam industri tambang kotoran dinosaurus yang muncul di seluruh Cambridgeshire selama 25 tahun berikutnya. Peningkatan industri tambang kotoran dinosaurus ini memicu peningkatan populasi di wilayah tersebut karena banyak orang berbondong-bondong ke sana untuk mendapatkan keuntungan dari tambang kotoran dinosaurus tersebut.
Kata ilmiah untuk fosil kotoran dinosaurus adalah koprolit. Pada saat itu diketahui bahwa koprolit dapat digiling untuk membuat pupuk yang sangat efektif karena kandungan fosfatnya yang tinggi.
Tidak ada yang yakin siapa yang membuat penemuan itu, dan bagaimana caranya. Penjelasan yang paling mungkin adalah bahwa seorang petani fenland menemukan area lahan pertanian tertentu lebih subur daripada yang lain. Saat menggali tanah untuk menyelidikinya, ia menemukan koprolit dan menarik kesimpulan yang jelas. Maka lahirlah industri yang luar biasa namun sekarang telah terlupakan.
Transaksi mahal Robert Walton dilihat dari fakta bahwa dia bisa menjual koprolit dengan harga 3 pound sterlin per ton, dan rata-rata lubang di lahan itu menghasilkan sekitar 300 ton koprolit per ekar. Dengan kata lain, pria seperti Walton yang punya sumber daya cukup untuk membayar sewa dan tenaga kerja dapat menghasilkan banyak uang.
Dengan cepat, hampir setiap pemilik tanah di wilayah itu kemudian terkait dengan perdagangan koprolit. Itu adalah bisnis besar.
Pada tahun 1874 industri koprolit dikatakan bernilai 628.000 pound sterling per tahun bagi ekonomi Inggris. Itu 20.000 pound sterling lebih besar daripada nilai industri timah yang pada saat itu merupakan ekspor utama negara tersebut.
Kehadiran industri kotoran dinosaurus secara tiba-tiba itu memiliki dampak besar pada tatanan sosial daerah tersebut. Sebelum tahun 1850-an, hampir seluruh penduduk pedesaan Cambridgeshire bekerja di lahan tersebut, dengan sedikit peluang pekerjaan alternatif. Ini berarti bahwa pemilik tanah mampu membayar upah rendah dan masih memiliki jaminan pasokan tenaga kerja.
Semua itu kemudian berubah dengan adanya ledakan koprolit. Tiba-tiba pekerja lokal dapat menemukan pekerjaan yang menawarkan lebih dari gaji rata-rata pertanian. Para penambang dibayar berdasarkan kerja borongan, dan seorang pekerja yang baik dapat memperoleh sekitar 2 pound sterling per minggu atau sekitar Rp39 ribu per pekan. Itu adalah sebuah prospek yang menarik ketika upah rata-rata untuk seorang buruh tani adalah seperempat dari angka ini.
Dikutip dari History Extra, penghasilan tambahan juga tersedia bagi mereka yang cukup beruntung untuk menemukan artefak-artefak arkeologi yang berharga. Para penambang menemukan banyak koin, bros, dan barang berharga kuno lainnya dan menjualnya kepada kolektor dan museum.
Eksodus manusia dari industri pertanian ke tambang ini membuat banyak petani harus menaikkan upah secara dramatis untuk membayar kuli pertanian atau melihat panen mereka membusuk di ladang. Sebagian petani lain terpaksa merekrut para pekerja yang sudah sangat tua dan yang masih sangat muda. Hal ini pada gilirannya memicu kekhawatiran bahwa pendidikan anak-anak menderita, karena mereka dikeluarkan dari sekolah untuk menggarap lahan.
Meskipun sejumlah besar pekerja pertanian bersiap untuk berganti pekerjaan menjadi penambang, permintaan akan penggali koprolit tetap tidak terpuaskan. Para emilik tambang kemudian terpaksa mencari tenaga kerja dari daerah yang lebih jauh.
Hasilnya adalah masuknya para pekerja migran. Sebagian besar dari mereka adalah 'angkatan laut' Irlandia yang sumber pekerjaan tradisionalnya di perkeretaapian mulai mengering.
Desa-desa di Cambridgeshire segera mengalami lonjakan populasi karena para pekerja keliling membanjiri daerah tersebut. Catatan sejarah mengungkapkan bahwa satu desa seperti itu, Haslingfield, di luar Cambridge, memiliki populasi hanya 550 orang pada 1891. Namun pada tahun 1871—ketika ledakan koprolit mencapai puncaknya—jumlah itu membengkak menjadi 871 orang.
Sayangnya, para penduduk asli Cambridgeshire tidak selalu menyambut pendatang baru dengan tangan terbuka. Ada banyak perkelahian berdarah antara penduduk lokal dan pekerja migran.
Meskipun industri koprolit tidak menghilang secepat kemunculannya, industri ini mengalami penurunan pesat sejak tahun 1881. Pada tahun 1904, hanya ada satu lubang koprolit yang tersisa.
Sampai batas tertentu, industri ini adalah korban dari kesuksesannya sendiri. Kabar tentang potensi kotoran dinosaurus telah menyebar ke luar negeri. Tak lama kemudian lubang bermunculan di seluruh dunia, sehingga sangat merusak perdagangan ekspor koprolit dari Inggris.
Pelaku utama yang merusak ekspor koprolit Inggris ini adalah Amerika Sekitar. Di sana, di mana koprolit ditemukan di dekat permukaan tanah, membuat biaya ekstraksi jadi jauh lebih murah.
Perang Dunia Pertama membawa kebangkitan singkat untuk penggalian koprolit di Inggris, didorong oleh tuntutan meroket militer untuk fosfor untuk amunisinya. Tambang-tambang koprolit digali sekali lagi di Cambridgeshire, dan bahkan bermunculan hingga Woburn di Bedfordshire.
Namun periode ini hanyalah semacam penundaan untuk matinya industri kotoran dinosaurus. Kebangkitan koprolit akhirnya benar-benar berakhir secara tiba-tiba akibat Gencatan Senjata tahun 1918. Segera setelah itu, lubang-lubang bekas tambang koprolit tersebut diisi kembali dengan tanah untuk selamanya.
No comments: